Photobucket

Friday, January 26, 2007

Perjuangan Shaf Depan (kisah 8)

Menurutku, masjidil haram merupakan tempat yang memiliki medan energi yang sangat besar, dengan ka’bah sebagai intinya. Bila diibaratkan suatu massa, semakin dekat ke inti, maka energinya semakin besar, begitu pula daya tariknya. Dan memang demikianlah kenyataannya. Semakin dekat ke ka’bah, semakin padat oleh orang-orang yang berthowaf. Semua orang ingin mendekat, atau bahkan menyentuh ka’bah. Dengan demikian, kita juga perlu mengeluarkan tenaga yang lebih besar untuk mempertahankan posisi kita agar tetap berada di dekat ka’bah.

Saat yang paling seru di dekat ka’bah adalah masa transisi antara thowaf ke sholat fardhu berjamaah. Lima belas hingga dua puluh menit sebelum azan berkumandang, orang-orang yang semula berthowaf, kini menghentikan langkahnya, untuk kemudian berjajar membuat shaf-shaf yang melingkar, dengan ka’bah sebagai pusat lingkaran. Mengapa begitu seru ? Karena orang-orang yang semula berjejal-jejal berjalan teratur, kini harus ditata ulang menjadi berjajar, dan harus mengalokasikan space di depan shaf untuk sujud nanti. Sehingga banyak orang yang harus ikhlas ataupun terpaksa untuk menjauh dari ka’bah. Dan Anda ingin tahu, bagaimana shaf terbentuk ? Di sinilah perjuangan itu terjadi.

Hanya orang-orang yang memang memiliki semangat tinggilah yang mampu untuk membentuk lima hingga tujuh barisan terdepan. Pertama-tama, harus ada orang yang berinisiatif untuk berhenti thowaf, kemudian menggandeng orang yang berada paling dekat dengannya, untuk diajak membuat shaf. Mengetahui hal ini, orang yang berada di sekitarnya dengan cepat bereaksi dan berebut untuk menyambutnya. Dan secepat kilat terbentuklah sebuah segmen barisan, dan setelah itu segmen barisan itu segera tumbuh ke samping dengan cepat pula. Sementara terbentuk shaf, orang-orang lain yang tidak tergandeng akan terpaksa tetap melaju melanjutkan langkahnya, karena kelembaman atau daya dorong putaran thowaf tetap mendesak dari arah belakang. Kemelut hebat akan terjadi pada titik pertumbuhan shaf, di mana di situ terjadi perhentian mendadak, dari thowaf menjadi berdiri membentuk shaf. Sementara itu, gelombang orang thowaf tetap datang menyerbu titik itu. Tidak jarang bila orang tidak cukup kokoh berdiri, akan terhuyung-huyung dan jatuh.

Pernah suatu saat, ketika aku pertama kali berniat untuk mencoba menduduki shaf depan, mengalami kejadian yang cukup membahayakan. Ketika itu memang lokasinya cukup favorit, yaitu di dekat Hajar Aswad, sehingga peminat yang ingin menduduki posisi di sekitar itu juga sangat banyak. Lima belas menit sebelum azan, aku sengaja memasuki arena thowaf, mengikuti arus putaran, makin lama makin mendekat ke ka’bah, untuk mendapatkan tempat terdepan. Suatu saat di dekat Hajar aswad, aku melihat orang di depanku mengajak membentuk shaf, kalo tidak salah orang itu sudah menduduki shaf ke empat atau lima. Segera kusambut ajakannya dengan menggandeng erat tangannya. Orang yang semula di belakangku saat thowaf juga langsung menggandeng tangan kiriku. Dengan tangan bergandengan erat, kami menghadapkan badan ke arah ka’bah. Sekitar 10 detik kami bisa mempertahankan posisi dengan stabil. Namun tiba-tiba datang gelombang desakan orang thowaf yang sangat kuat mendesak dari arah kiriku. Barisan kami goyah, dan mulailah kemelut itu. Orang-orang di sebelah kiriku mulai berguguran, gandengan tangan terlepas. Akhirnya akupun tak kuasa mempertahankan posisi, aku jatuh terduduk ke belakang. Dan orang afrika di sebelah kiriku yang masih bisa berdiri, terdorong juga dari arah kirinya, sehingga terpaksa dia melangkahkan kakinya di atas badanku yang sudah jatuh. Dalam situasi seperti itu kesadaranku sedikit berkurang. Aku tak tahu apa yang terjadi di atasku. Rasanya dua sampai tiga orang lewat melangkahi badanku. Tanganku menahan ke lantai dengan sedikit terseret, sehingga gelang ID-ku sempat merenggang dan hampir terlepas dari pergelangan tangan kiriku. Aku beristighfar dan mohon pertolongan Allah sebisaku. Akhirnya kemelut mereda. Ketika kemudian aku berdiri dan bergerak sedikit ke belakang, aku mendapatkan shaf yang lebih tenang di belakang. Setelah kuhitung, ternyata saat itu aku berada di shaf ke sepuluh, dekat maqam ibrahim. Masya Allah, ternyata aku terdesak dari shaf ke-5 ke shaf ke-10.

Walaupun shaf sudah terbentuk, namun masih menyisakan cukup banyak orang yang berjalan di antara shaf-shaf. Nah, orang-orang yang masih berjalan inilah yang akhirnya harus mengalah, untuk keluar dari lingkarang-lingkaran shaf dalam, menuju ke arah luar lingkaran. Proses ini berlangsung sekitar 10 menit. Setelah orang yang berjalan di antara shaf berangsur-angsur berkurang, shaf yang masih berdiri, mulai bisa duduk. Dan jangan dikira duduknya shaf itu duduk dengan posisi santai. Badan kita tergencet orang yang ada di kanan dan kiri kita. Dan barangkali lebar space untuk sujud kita hanya ½ atau bahkan 1/3 dari lebar space bila kita sholat di masjid di Indonesia.

Setelah kita duduk, maka ka’bah dengan jelas terlihat di depan kita. Sementara itu, para askar (polisi masjid) sibuk mengatur shaf depan yang belum teratur. Banyak yang perlu diatur oleh askar. Pertama, wanita tidak boleh berada di shaf depan. Maka wanita-wanita – umumnya dari India – yang masih berada di shaf depan akan dipersilakan untuk meninggalkan tempat, menuju area masjid yang khusus untuk perempuan. Kedua, shaf-shaf yang masih tumpang tindih akan dirapikan. Orang yang betul-betul duduk di atas garis shaf akan dipertahankan sebagai anggota shaf. Sementara yang ngotot duduk bergerombol, namun tidak duduk di atas garis shaf akan diusir ke belakang. Ketiga, askar dengan ketat menjaga Hajar Aswad dari serangan orang-orang yang dengan nekat akan mendekat dan mencium Hajar Aswad. Dalam situasi persiapan menghadapi sholat berjamaah, Hajar aswad harus bersih dari kerumunan orang yang berniat menciumnya. Tidak sedikit orang yang merengek-rengek dan merayu-rayu askar agar diijinkan mendekat ke Hajar Aswad. Namun askar dengan tegas melarang.

Ada suatu kejadian yang memukau di Hajar Aswad, saat orang-orang duduk dengan tenang menunggu dimulainya sholat. Saat itu ada sekitar 10 orang askar yang masih berdiri, ditambah beberapa orang jamaah yang sedang berjalan menjauh dari ka’bah karena tidak kebagian tempat sholat. Tiba-tiba dari arah kiri ada seorang laki-laki, kalo bukan India ya Pakistan, berusia 40 tahunan, menggendong di punggungnya, seorang ibu tua – kelihatannya ibu kandungnya – yang sudah berumur 60 tahunan. Shaf-demi shaf dia langkahi untuk mendekat ke Hajar Aswad. Melihat situasi yang aneh ini, kami semua tertegun takjub. Para askar juga hanya dapat memandang dengan keheranan kepada dua orang Ibu dan anak itu. Sampai akhirnya setelah betul-betul dekat dengan Hajar Aswad laki-laki itu meminta izin askar untuk mencium Hajar Aswad. Askar yang berada di dekat Hajar aswad tampak terkejut dan langsung mempersilakan dua orang itu untuk mencium Hajar Aswad. Setelah mencium, ibu itu kembali digendong anaknya dan berjalan menjauh dari ka’bah. Kontan semua jamaah dan askar saling pandang dan bergumam mengomentari kejadian itu, sambil tersenyum-senyum keheranan. Aku sendiri berpikir, ini tadi suatu kejadian yang alami, atau hanya sekedar strategi perjuangan dua orang tadi untuk bisa menembus ke Hajar Aswad. Wallahu a’lam.

Ada lagi kejadian lucu di sekitar ka’bah menjelang sholat jamaah. Masih berkaitan dengan perjuangan. Saat itu ada seorang laki-laki tua – sekitar 70 tahunan – yang merayu askar untuk sholat sunat tepat di depan pintu ka’bah. Namun askar dengan keras menolak permintaan orang tua tersebut. Karena ngototnya orang tua itu untuk mempertahankan keinginannya, akhirnya askar harus menyeret tangan orang itu untuk bergeser lurus ke kanan kira-kira 15 meter, hingga berada di depan hijir ismail. Askar lalu mempersilakan orang tua itu untuk mengerjakan sholat sunat disitu. Namun apa yang terjadi ? Setelah orang tua tadi bergeser lurus ke kanan menjauhi pintu ka’bah hingga di depan hijir ismail, dia bertakbir memulai sholat dengan tetap menghadap ke barat, padahal kiblat sudah bergeser ke sebelah kirinya. Dengan tersenyum hampir tertawa, askar yang barusan menggeser orang tua itu mengingatkan bahwa kiblatnya berada di sebelah kirinya. Tangannya menggamit pundak orang itu, lalu menunjukkan telunjuknya ke arah ka’bah. Orang tua itu segera mengoreksi arah sholatnya, dan mengulang takbirnya. Kami semua yang melihat kejadian itu tersenyum-senyum, bahkan ada yang tidak bisa menahan tawa. Subhanallah

No comments: