Sholat di Belakang Imam (kisah 9)
Prestasi terbaikku dalam perjuangan untuk mendapatkan shaf terdepan dalam sholat berjamaah di masjidil haram adalah saat shubuh hari terakhir di Mekah, sebelum kemudian hari itu kami ke Madinah. Saat itu aku sudah cukup berpengalaman dalam membentuk shaf. Dan yang lebih penting lagi adalah doa. Ketika kita betul-betul mohon kepada Allah untuk mendapat tempat yang kita inginkan, maka Insya Allah akan betul-betul terwujud, dengan aman, tanpa kemelut yang berarti. Saat pertama kali berjuang dahulu, yang aku pernah jungkir balik itu, kusadari bahwa saat itu aku murni mengandalkan strategi saja, tanpa doa sama sekali.
Saat sholat shubuh itu, Alhamdulillah aku mendapatkan shaf kedua di sebelah kiri belakang imam. Itu merupakan shaf terdepan bagi jamaah haji, karena shaf terdepan hanya boleh ditempati oleh para pengiring/ajudan imam masjid dan para askar. Aku betul-betul bersyukur saat itu. Cita-citaku untuk sholat di belakang imam akhirnya terpenuhi. Aku berniat mengamati tatacara imam masjid dalam mengerjakan sholat.
Yang patut dicatat dari hasil pengamatanku terhadap sholatnya imam – saat itu imamnya adalah as Suhraim -- , yang pertama adalah saat i’tidal. Saat bangun dari ruku’, imam mengangkat tangannya di samping kiri kanan telinga, lalu meletakkannya kembali di atas perut/dada. Sementara para ajudan dan askar bervariasi posisi tangannya, ada yang meletakkan di atas dada, dan ada pula yang melepas tangan ke samping badan. Yang kedua, saat duduk tahiyat akhir. Saat itu imam dan semua ajudan serta askar kompak duduk istirah, posisi kakinya tetap seperti duduk di antara dua sujud.
Begitu imam mengucapkan salam, sudah ada askar yang berdiri membelakangi Hajar aswad sambil tangannya mengisyaratkan para jamaah untuk tetap tenang, tidak tergesa-gesa berebut ke Hajar Aswad. Setelah imam dan rombongan beranjak pergi meninggalkan tempat, kontan askar tadi segera berlari meninggalkan Hajar Aswad, dan membiarkan jamaah menyerbu. Sementara kebanyakan orang berebut di Hajar Aswad, aku langsung menyerbu ke arah bawah pintu ka’bah, yang merupakan bagian dari multazam. Multazam adalah bagian dinding ka’bah, yang dimulai dari hajar aswad hingga sisi kanan pintu ka’bah. Aku betul-betul bisa menciumkan wajah dan pipiku ke dinding multazam. Kedua tanganku bebas mengamplok ke atas hingga jariku bisa menggapai lantai pintu. Minyak wangi yang telah di disiramkan oleh petugas ke dinding multazam sebelum sholat dimulai, kini mulai membasahi telapak tangan, pipi, lengan baju, dan bagian depan badanku. Kutumpahkan segala uneg-uneg dan doaku saat itu. Tangisku tercurah di situ. Sementara itu di kanan kiri dan belakangku juga penuh dengan orang yang mengerumuni multazam.
No comments:
Post a Comment