Photobucket

Friday, January 12, 2007

Amanah

Assalamu 'alaikum.

Ini adalah pengalaman pertama menulis di blog. Rasanya menarik juga, bisa nulis-nulis, mencurahkan ide, kilasan-kilasan pemikiran yang tiba-tiba muncul.

Mengawali halaman ini, saya ingin menyampaikan kepada pembaca, mengapa saya memajang kata amanah di blog ini. Kata yang sehari-hari sering kita dengar dan ucapkan. Mungkin apa yang saya sampaikan bukan makna yang sesungguhnya dari kata amanah itu, yah... sekedar persepsi saya tentangnya. Saya awali dengan ilustrasi berikut.


Beberapa dari kita, mungkin dahulu waktu kecil, pernah mendengar atau mendendangkan lagu dolanan "rap" berbahasa jawa, yang diajarkan oleh simbah, orang tua, atau teman-teman sepermainan kita :


E, dhayohe teka (E, tamunya datang)
E, gelarna klasa (Ayo, gelarlah tikar)
E, klasane bedhah (Waduh, tikarnya bolong)
E, tambalen jadah (Ya ditambal aja dengan suguhan kue jadah)
E, jadahe mambu (E, lha kok jadahnya basi)
E, pakakna asu (Ya udah, berikan aja ke anjing)
E, asune mati (Lho, anjingnya mati)
E, guwangen kali (Kalo gitu, buang aja ke kali)
E, kaline banjir (Ternyata kalinya sedang banjir)
E, guwangen pinggir (Ya buang aja di pinggir kali)

Ini biasanya dilagukan saat seorang ibu menghibur anaknya yang masih balita.

Makna lagu tersebut secara tekstual : Suatu saat, kita kedatangan tamu. Tentu saja secara sadar kita harus menghormati tamu yang datang itu dengan semampu kita. Pertama kali, pasti kita akan mempersilakan tamu itu masuk ke rumah dan duduk. Namun, ternyata ada masalah baru muncul, yaitu tempat duduknya tidak layak untuk diduduki. Oke, kita masuk kepada kesadaran ke-dua. Kesadaran ke-dua membawa kita kepada pengambilan keputusan ke-dua, yaitu menutupi lubang di tikar itu dengan suguhan kue jadah. Namun setelah kita mengambil keputusan untuk menyelesaiakan masalah ke-dua, ternyata ada masalah baru muncul, kue jadahnya ternyata sudah basi. Dan begitu seterusnya, akhirnya sampai kepada situasi akhir, yaitu membuang bangkai anjing di pinggir kali. Suatu kronologi, yang kalau dilihat menggunakan time frame yang pendek-pendek merupakan suatu alur yang logis. Namun bila kita zoom out, kita pandang rentang waktu secara keseluruhan, alurnya menjadi sangat lucu. Lha wong sedang kedatangan tamu kok malah ngurusi anjing mati ...

Nah, kalo kita konsisten terhadap kesadaran awal, maka mestinya kita jangan tergesa-gesa beralih ke masalah baru. Seharusnya kita tetap menerima dan menghormati tamu yang datang, walaupun dengan situasi darurat. Jangan sampai sang tamu malah terabaikan dan kecewa.

Suatu ilustrasi yang sangat sesuai dengan kehidupan manusia di dunia ini... Kita saat ini terlalu sibuk dengan urusan-urusan lain, sementara melupakan amanah, yang sebenarnya secara samar-samar masih bisa kita ingat dan rasakan.


Allah telah berfirman dalam QS 7:172 :

Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka : " Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab, " Betul, aku menjadi saksi. " Agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan," Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini."

Sesungguhnya, dahulu jiwa kita pernah memperoleh kesadaran untuk bersaksi bahwa Tuhan kita adalah Allah Yang Maha Esa. Dan itu membawa konsekuensi yang sangat besar bagi diri kita. Dengan bersaksi seperti itu, berarti kita telah mendapat amanah yang maha berat, yaitu kita tidak akan mempertuhankan hal-hal lain selain Tuhan Yang Maha Esa.

Namun, ketika kita lahir di dunia, kita disilaukan oleh situasi dunia yang sama sekali baru, sangat mengejutkan, dan sangat asing bagi sang jabang bayi. Saat itu kita dibekali dengan memori (otak) yang masih kosong. Kemudian mulailah sedikit demi sedikit, melalui panca indera yang kita miliki, kita mendapat pelajaran dari lingkungan sekitar kita, Ibu kita, Ayah kita, orang-orang di sekitar kita, lingkungan alam sekitar kita. Mulailah memori kita terisi secara perlahan-lahan.


Tentu saja, dengan berjalannya waktu, banyak sekali hal-hal dan masalah yang kita hadapi. Kombinasi yang rumit antara kejadian-kejadian yang kita hadapi, orang-orang yang berada di sekitar kita, dan variabel-variabel lain yang sangat banyak dan kompleks, akhirnya memunculkan orientasi-orientasi dan nilai-nilai yang berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Ingat lagu dolanan tadi ?, barangkali, saat ini kita berada pada step kesadaran "E, asune mati, e, guwangen kali."


Barangkali kita saat ini sedang mempertuhankan jabatan, bekerja keras dan membangun koneksi ke sana kemari demi sebuah jabatan, bukan demi ridho Allah. Padahal kita diwajibkan bekerja oleh Allah untuk menafkahi keluarga dengan harta yang halal. Atau mungkin kita saat ini sedang mempertuhankan anak. Kita mati-matian banting tulang bekerja, demi masa depan ekonomi anak kita. Padahal kita diwajibkan oleh Allah untuk membekali anak dengan pendidikan yang baik, sehingga menjadi anak yang sholeh. Atau mungkin kita saat ini sedang mempertuhankan uang. Sabet sana sabet sini, tidak peduli uang apa itu, kita kumpulkan sebanyak-banyaknya. Masya Allah ...

Maka, bagi kita yang tidak membaca ayat-ayat Tuhan di alam semesta, dan berusaha untuk membuka kembali manual book kehidupan kita, yaitu kitab suci (Al Quran), tentu kita akan semakin terbawa kepada orientasi-orientasi yang salah, yang dapat menjerumuskan kita kepada kesesatan dan pengingkaran terhadap amanah yang kita komitmenkan di awal.

Mungkin ada yang menyangkal, " Salah sendiri, Allah menciptakan kita hidup di dunia yang begitu gemerlap dan melenakan ini, dan mengapa juga manusia diberi potensi atau kecenderungan-kecenderungan untuk melupakan komitmen awal." Sesungguhnya Allah telah cukup adil terhadap manusia. Dia telah memberi bekal yang cukup bagi manusia untuk bertualang di rimba dunia, yaitu :

[] Akal pikiran yang sangat superior dibanding makhluk lain.
[] Tubuh manusia yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan-Nya.
[] Panca indera, yang berperan sebagai pintu-pintu kesadaran kita.
[] Alam semesta yang maha luas, kompleks, terdiri dari milyaran tumbuhan, hewan, manusia, makhluk mikroskopis. Kemudian lautan yang sangat luas, daratan yang tersebar berserakan, udara dengan kandungan unsur-unsur yang pas dengan kebutuhan manusia, matahari dengan sinarnya yang tidak mematikan, bulan yang menerangi bumi di malam hari, bintang-bintang yang bisa memberi petunjuk arah. Alam semesta ini semua merupakan laboratorium yang sangat sempurna, yang bisa digunakan oleh manusia untuk mempelajari dan memahami hikmah-hikmah, dan mengantarkan manusia kepada kesadaran puncak akan keberadaan Tuhannya, beserta konsekuensi-konsekuensi atas kesadaran itu.


Dan lagi, sebetulnya Allah tidak begitu saja membiarkan manusia belajar di laboratorium alam semesta ini secara otodidak. Dia telah telah secara khusus mengutus mahaguru kehidupan, yaitu para nabi, dan menerbitkan manual book dan referensi-referensi yang berupa kitab-kitab suci. Tinggal kita pilih, mana yang paling jelas, lengkap, logis, dan mudah dipahami.


Selanjutnya, blog ini akan saya isi dengan kilasan-kilasan pikiran saya, dengan harapan dapat mengingatkan, khususnya diri saya sendiri, kepada amanah yang menjadi tanggung jawab kita. Insya Allah...


Wallahu a'lam.

2 comments:

PALUPI said...
This comment has been removed by a blog administrator.
media said...

ini adalah komentar,

selamat nge-blog-ria pakandi, mudah2an tetap semangat mengisi blognya.

from jkt w/ smile