Photobucket

Saturday, January 12, 2008

Dinar dan Dirham, Anti Inflasi

Cuplikan dari buku Satanic Finance, A. Riawan Amin, Celestial Publishing, Jakarta, 2007, hal 110. Perhatikan bacaannya, karena penulis menggunakan 'sudut pandang setan'.

Semasa Rasulullah SAW, nabinya para penentang kami masih hidup, dinar dan dirham digunakan dalam transaksi ekonomi. Dinar mencerminkan emas murni seberat 4,25 gram. Sementara dirham terbuat dari perak dengan berat 3 gram. Dari sisi berat, 7 dinar sama dengan 10 dirham.

Agak cukup mengherankan, Rasulullah yang membawa pandangan dan paradigma baru dalam kehidupan ekonomi dan sosial menggunakan dan mengakui dinar dan dirham yang sebetulnya bukan mata uang asli penduduk Makkah. Dinar disebut sebagai mata uang dari Bizantium, sementara dirham dari Persia. Namun pengakuan Rasulullah ini menjadi penting dan menunjukkan betapa dinar atau dirham hanyalah sekedar nama, esensinya, keduanya dibuat dari sesuatu yang berharga: emas dan perak yang layak dijadikan mata uang universal.

Kenapa mata uang ini layak disirkulasikan ke seluruh penjuru bumi ? Salah satu jawaban yang pasti, emas dan peraksangat stabil sepanjang sejarah. Berbeda dengan fiat money (uang kertas, amanah) yang cenderung mengalami inflasi setiap saat, emas dan perak sangat kuat sehingga hampir tidak terkena inflasi. Itulah kenapa, meskipun penggunaan emas sebagai alat transaksi dalam dunia modern telah dihentikan oleh pemerintah AS 1934, namun masyarakat dunia tetap menggandrungi emas sebagai alat investasi. Alasannya, menyimpan kekayaan dalam emas tetap stabil dibandingkan dengan dolar, bahkan bisa mendatangkan keuntungan berlipat di saat dolar AS mengalami depresiasi terhadap mata uang asing atau mengalami inflasi di dalam negeri.

Tahukah Anda ? Emas dan perak terbukti anti inflasi. Harga seekor ayam semasa Rasulullah SAW sekitar satu dirham (kira-kira lebih dari Rp 11 ribu). Seekor ayam saat ini masih bisa dibeli dengan jumlah dirham yang sama. Dengan kata lain, setelah 14 abad, harga seekor ayam kurang lebih sama. Sementara 25 tahun terakhir, di Eropa, harga-harga selalu naik 10 kali lipat. Di beberapa megara berkembang, diperkirakan jauh lebih besar dari ini.

Para ahli membuktikan penggunaan emas dalam transaksi perdagangan dunia, bisa menguntungkan. Karena emas menghilangkan resiko volatilitas dari mata uang. Dengan absennya volatilitas (yang disebabkan naik turunnya kurs valas) diyakini akan mempromosikan perdagangan lebih besar.

Bagi kami para setan, penggunaan dinar sebagai mata uang, akan merusak Three Pillars of Evil. Penerapan dinar akan menggusur fiat money. Dengan demikian, penggandaan uang yang diciptakan dari fiat money maupun fasilitas reserve requirements (hanya dengan cadangan emas 10 juta, bank sentral boleh mencetak uang 100 juta, amanah) tidak akan bisa lagi dilakukan. Pemerintah tidak bisa mencetak uang semaunya. Dan yang lebih penting lagi, uang yang masuk dalam sistem ekonomi adalah uang riil, bukan uang yang sejatinya janji untuk membayar alias utang.


Namun dengan bantuan sekutu-sekutu dan ahli-ahli kami dari bangsa manusia, kemunculan kembali dinar dan dirham terus dihambat. Strategi kami sederhana, mengalihkan emas sebagai alat vital ekonomi. Untuk transaksi ekonomi tidak perlu emas atau logam berharga lainnya. Mata uang tidak harus selalu mencerminkan nilai dan kekayaan. Mata uang adalah simbol legal tender yang diakui negara.

Karena hanya simbol, ia tidak perlu sesuatu yang berharga. Kertas yang diatasnya dibubuhkancap, diakui dan disahkan secara legal oleh negara melalui sebuah dekrit, sudah cukup berfungsi sebagai uang. Di sinilah keahlian kami, uang itu bisa dicetak sekehendak yang diinginkan pemerintah. Krena untuk mencetaknya tidak perlu biaya banyak. Pemerintah bisa membiayai defisit anggaran mereka dengan uang yang mereka terbitkan sendiri. Semuanya menjadi mudah.

Dengan demikian, emas dan perak yang ditakdirkan sebagai heaven's currency berfungsi sebagai alat ukur dan nilai, kami preteli fungsinya hanya sekedar sebagai penyimpan kekayaan. Oh ya, dia akan tetap menjadi alat investasi, tapi yang jelas, fungsinya untuk menjadi keseimbagan ekonomi, telah kami pangkas.

Emas yang langka, kami ganti dengan kertas yang melimpah. Hebatnya, meskipun secara instrinsik kertas hampir tidak bernilaim di tangan kami dan para kolega manusi, kertas tak ubahnya "emas". Kertas kami katakan as good as gold. Sistem ini sangat menguntungkan bagi kami para setan. Karena uang tidak lagi ditentukan oleh kelangkaan emas, tapi diserahkan kepada manusia yang didudukkan dalam lembaga yang memegang otoritas moneter. Selama manusiaitu dalam pengarus kami, selama itu juga kami bisa menentukan nasib mereka.

Karena melihat sisi lemah manusia, ada juga kalangan manusia yang mengingatkan sistem semacam ini akan sangat merusak. Bukan apa-apa, karena mereka tidak percaya manusia benar-benar akan melakukan tugas (mencetak uang) itu atas dasar kepentingan negara dan menjaga kepentingan manusia seluruhnya. Sebaliknya, karena memiliki wewenang yang demikian istimewa, siapapun akan sangat mudah tergelincir dalam kepentingan pendek yang menghancurkan bukan hanya mereka, tapi juga jutaan manusia lainnya. Itulah yang dengan lugas diingatkan oleh George Bernard Shaw :
"Anda harus memilih antara stabilitas alamiah emas dengan kejujuran dan kecerdasan para wakil yang duduk di pemerintah. Dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada mereka, saya menganjurkan Anda, selama sistem kapitalis yang akhirnya unggul, untuk tetap memilih emas."

Sistem kapitalis memang saat ini unggul. Namun bukan emas yang dipilih, tapi uang kertas yang diangkat. Ini berita gembira bagi kami. Karena kemunculan uang kertas, amatlah fenomenal da menjadi lambang kepiawaian kami dalam menipu manusia.

Uang kertas (paper note atau bank note) yang disirkulasikam saat ini, semula adalah surat utang (promissory note) yang akan dibayar oleh penerbitnya (pemerintah). Namun, begitu pemerintah mendeklarasikan bahwa uang itu tidak bisa ditukarkan (dengan logam mulia alias non-redeemable), praktis kontrak untuk membayar utang tidak tertunaikan (unfilfilled contract). Dengan kata lain, utang pemerintah itu selamanya tidak akan terbayar.

Sementara dalam kacamata Islam, utang tidak bisa dijadikan sebagai alat tukar. Penggunaan utang sangat terbatas pada kontrak yang dilakukan oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, paper note yang tidak lain adalah bentuk pengakuan utang (yang tidak pernah dibayar) tentu bukan dipandang sebagai alat tukar.

No comments: