Photobucket

Saturday, July 21, 2007

Keunggulan Spiritualitas Orang Timur (?)

Uni Eropa (UE) menetapkan 6 Juli 2007 ini sebagai tanggal dimulainya pelarangan terbang di Eropa bagi 51 maskapai penerbangan Indonesia, hingga tiga bulan mendatang. Suatu pukulan telak bagi dunia penerbangan komersial kita. Sebagian besar masyarakat, tampaknya menganggap wajar dan memaklumi penetapan ini, dan sebagian kecil lainnya menganggap sebagai suatu keputusan politis yang tidak adil. (Ungkapan Pendapat di BBC)

Dari dahulu memang terbukti bahwa orang-orang Barat sangat peduli dengan segala macam prosedur, entah itu prosedur kerja, prosedur keselamatan kerja, dan lain-lain. Hingga akhirnya sertifikasi untuk beberapa standar prosedur pun dipercaya kesahihannya bila dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi Barat. Kepedulian terhadap prosedur ini juga tercermin pada kedisiplinan mereka terhadap peraturan-peraturan. Antrian yang rapi, lalu lintas yang teratur, tingkat pelanggaran yang rendah, dan lain-lain.


Bandingkan dengan kepedulian orang-orang timur mengenai hal yang sama. Sering kita rasakan kurang jelasnya aturan-aturan. Kita sering melihat kekacauan kondisi angkutan kereta api di India atau Pakistan, tentunya di Indonesia juga. Bagaimana juga kesan-kesan 'negatif' jamaah haji Indonesia terhadap kondisi lalu lintas di Mekkah saat berhaji. Lalu, adakah hal itu semata-mata merupakan suatu kelemahan orang Timur, khususnya kaum Muslim ? Mungkin ya, dan ... mungkin juga tidak.

Telah jamak diketahui bahwa angin sekulerisme bertiup dari Barat. Bahkan akhir-akhir ini, imbas semangat sekuler ini membuat kepercayaan masyarakat Barat terhadap gereja semakin luntur saja. Mereka tidak begitu mengakui campur tangan Tuhan dalam beberapa segi kehidupan. Mereka justru memuja-muja akal pikiran dan kecerdasan manusia, sebagai hal yang menyebabkan manusia mampu mencapai peradaban yang maju seperti sekarang ini. Dan memang seperti itulah kenyataannya, kemajuan teknologi dan peradaban memang kebanyakan didasari oleh kecerdasan manusia dan kecintaan manusia terhadap dunia.

Karena mereka mengabaikan campur tangan Tuhan, maka mereka menganggap segala sesuatu yang didapat dalam kehidupannya, adalah murni akibat usahanya sendiri. Meyakini akan prinsip ini, maka mereka menjadi sangat peduli dengan apa yang namanya prosedur. Prosedur yang baik, aman, dan selamat, akan menghasilkan sesuatu yang baik, aman, dan selamat pula. Apabila terjadi sesuatu hasil yang buruk, harus ada seseorang yang dijadikan kambing hitam untuk dipersalahklan sebagai penyebab hasil buruk yang terjadi.

Bagaimana dengan orang Timur ? Mereka (atau kita ?) sangat meyakini adanya campur tangan Tuhan dalam setiap kejadian. Kita tidak harus menunjuk seseorang sebagai orang yang bersalah, yang menjadi penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Kita meyakini bahwa sesuatu terjadi karena memang sudah tertulis dalam suratan takdir harus terjadi seperti itu. Sehingga kecelakaan-kecelakaan yang terjadi secara bertubi-tubi pun, dianggap sebagai sesuatu yang memang seharusnya terjadi.

Jadi, apakah kemudian berarti ketidakpedulian kita terhadap keselamatan angkutan dan penerbangan adalah bukti keunggulan spiritualitas kita dibanding orang Barat ? (Lho, kok jadi gini ya ..? ).

Ada sebuah hadits Nabi yang di Barat cukup terkenal. Mereka mengatakannya sebagai pepatah kuno dari Arab, yang kurang lebih berbunyi: Kamu boleh menyerahkan urusannya pada Tuhan, tapi tambatkan dulu untamu. Setidaknya saya sudah dua kali mendengar narator suatu film dokumenter Barat di televisi yang menyitir "kata bijak" itu. Pepatah tersebut sebenarnya berasal dari Hadits At-Tirmidzi. Seorang sahabat menemui Nabi Saw di masjid tanpa terlebih dahulu menambatkan untanya. Ketika Nabi Saw. menanyakan hal tersebut, dia menjawab, "Aku telah bertawakkal kepada Allah”. Nabi Saw. meluruskan kekeliruannya tentang arti tawakkal dengan bersabda: إعقلها ثم توكل "Tambatkanlah terlebih dahulu (untamu), kemudian setelah itu bertawakkallah." (HR. At-Tirmidzy).

"Pepatah" atau hadits tersebut mengingatkan kembali akan posisi Al Islam yang selalu mengambil jalan tengah yang bijak, yaitu antara usaha dan tawakkal. Kita tidak boleh mengusahakan sesuatu dengan meninggalkan tawakkal kepada Allah, dan sebaliknya hanya semata-mata menyerahkan urusan kepada Allah tanpa berusaha keras.

No comments: