Jalan Wangfujing, yang berada di sebelah timur Forbiden City, merupakan pusat wisata jalan kaki di Beijing. Pada jam-jam tertentu jalan ditutup untuk kendaraan bermotor, sehingga para pelancong bisa bebas dan ramai-ramai berjalan kaki sepanjang Jalan Wangfujing. Di kanan kiri jalan terdapat pusat-pusat belanja mewah yang cukup menarik.
Salah satu toko yang menarik di situ adalah sebuah toko buku yang cukup besar. Saat masuk, langsung terpikir untuk mencari buku mengenai Islam di China. Kepada salah satu pelayan toko yang menanyaiku, aku katakan "I'm looking for the book, mm.. Islam in China," begitu kataku agak berspekulasi. Eh, ternyata dia langsung membawaku ke rak buku yang tampaknya sudah dia kenal, dan langsung ditunjukkan sebuah buku berwarna hijau berjudul "Islam in China". Pelayan toko sempet nanya lagi, "Are you a student ?". "Oh, No, I'm a tourist. Thank You", jawabku.
Buku ini ditulis oleh Zhang Guanglin, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Min Chang, dan diterbitkan oleh China Intercontinental Press. Di dalamnya terdapat banyak foto-foto aktivitas Muslim dan bangunan-bangunan masjid di China. Sedangkan halaman yang memuat tulisan lebih sedikit dibandingkan halaman yang memuat foto-foto. Akan saya terjemahkan untuk Anda bagian pertama dari tulisan di buku tersebut. Bagian pertama ini berjudul The History of Islam in China. Berikut ini terjemahannya...
Tercatat dalam sejarah dinasti Tang kuno bahwa Usman, kalifah ke-tiga di Arab telah mengirimkan utusan untuk memberikan penghormatan kepada Dinasti Tang pada tahun ke-dua masa kekuasaan Kaisar Yong Hui (651 M). Jadi, para ahli sejarah China berpendapat bahwa tahun inilah awal mula Islam di China. Selama periode tahun 651 s.d. 798, utusan dari Arab datang ke China 39 kali, dan banyak pedagang Arab dan Persia datang ke China untuk berbisnis. Interaksi antar pemerintahan dan hubungan perdagangan yang terjadi, mendorong adanya pertukaran budaya antara China dan dunia Arab, serta menciptakan kondisi yang baik bagi Islam untuk menyebar di China.
Rute menuju China yang digunakan oleh para utusan dan pedagang dari Arab dan Persia adalah : mulai dari Persia, melalui Xinjiang, lalu melintasi Jalan Sutera kuno, dan berakhir di kota-kota pedalaman China seperti Xi’an dan Luoyang. Rute laut dimulai dari Teluk Persia, melalui Semenanjung Malaya (Selat Malaka, amanah), dan akhirnya sampai ke pelabuhan perdagangan di sepanjang pantai tenggara China. Catatan sejarah China juga menerangkan bagaimana pedagang Arab dan Persia berbisnis dan hidup di Chang’an (ibukota kuno China) dan berbagai tempat di sepanjang pantai China.
Atas izin pemerintah selama dinasti Tang dan dinasti Song, para pedagang ini diperbolehkan untuk tinggal di Guangzhou, Yangzhou, Quanzhou, Hangzhou, Chang’an, Kaifeng, dan Louyang. Mereka hidup dengan damai di tempat-tempat tersebut, dengan tetap memegang kepercayaan dan budayanya. Mereka hidup di China begitu lamanya hingga mereka tidak ingin kembali ke tanah nenek moyangnya. Jadi, mereka membangun masjid dan makam di kota-kota tersebut, menikahi warga setempat, dan melahirkan keturunan yang menjadi generasi awal Muslim China. Puluhan ribu orang-orang Arab hidup di Yangzhou dan Hangzhou pada saat itu, dan empat buah masjid di kota pesisir China menjadi bukti terkuat dari kehidupan Muslim di kota tersebut. Mereka membawa teknologi dan ilmu pengetahuan China ke Arab dan Dunia Barat, menjadi sumbangan ilmiah dan budaya di Abad Pertengahan.
Masa Dinasti Yuan dan Ming (1206-1644) adalah periode penting untuk penyebaran dan pengembangan Islam di China. Bangsa Mongol menaklukkan kota-kota dan negara-negara Islam di Asia Tengah dan Asia Barat, menghancurkan Dinasti Abasiah di Asia Barat pada tahun 1258. Mereka memasukkan para tawanan perang Arab dan Persia ke dalam pasukan perangnya. Orang-rang Arab dan Persia yang direkrut tersebut di antaranya adalah para tukang kayu, sarjana agama dan orang terhormat. Setelah Bangsa Mongol membangun Dinasti Yuan yang kuat (1206-1368) di China, mereka tersebar di mana-mana, dan itu menciptakan kondisi yang bagus bagi Islam untuk menyebar ke timur.
Pada masa Dinasti Yuan, banyak pedagang Muslim dari Asia Tengah datang ke China. Dalam legenda Samarkand mengenai sejarah Dinasti Ming, dikatakan bahwa Muslim telah tersebar di seluruh China. Penjelajah Italia Marco Polo, dan penjelajah Muslim Maroko Ibnu Battuta juga menyebutkan fakta dalam catatan perjalanannya bahwa Muslim berada di mana-mana di China, dan masjid dapat ditemukan dengan mudah pada masa Dinasti Yuan. Kota-kota utama saat ini, sepanjang pantai tenggara China dan Grand Jinghang Canal, dan Beijing dan Xi’an adalah tempat-tempat di mana Muslim dari Asia Tengah terkonsentrasi pada masa Dinasti Yuan.
Banyak masjid kuno dan makam-makam yang dibangun oleh para Muslim pendahulu, terawat dengan baik hingga saat ini. Pemerintahan Yuan mengadopsi kebijakan toleransi terhadap kaum Muslim, dan Muslim memberikan sumbangan besar kepada negara sebagai imbalannya. Mereka merupakan ahli terkemuka di bidang astronomi, penanggalan, pengobatan, dan arsitektur. Zheng He (Ceng Ho, amanah), seorang navigator pada masa Dinasti Ming, berlayar tujuh kali menyeberangi Lautan India, dan mengirimkan utusan-utusan ke tanah suci Mekkah, dan menggambar peta tanah suci. Semua ini membuktikan bahwa pada masa Dinasti Yuan, Islam telah disebarkan pada sekala yang relatif besar, dan Islam dengan karakteristik China juga terbentuk saat itu. Komunitas-komunitas Muslim dengan masjid sebagai pusatnya mulai muncul di kota-kota dan dusun-dusun.
Sejak akhir masa Dinasti Ming hingga awal masa Dinasti Qing, Islam berkembang lebih jauh di China. Di samping Bangsa Hui, beberapa kelompok minoritas lainnya juga menerima Islam sebagai agama mereka selama periode ini. Sejak itu, Muslim China mulai memperhatikan pengembangan pendidikan Islam. Pada masa kekuasaan Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming, Hu Dengzhou (1522-1597), seorang Sarjana terpelajar Muslim dari Provinsi Shaanxi memulai suatu bentuk baru pendidikan Islam yang disebut dengan Jingtangjiaoyu, yang memajukan pendidikan dan budaya Islam di China. Jingtangjiaoyu dimaksudkan untuk membuka sekolah di masjid, untuk menyediakan pendidikan Islam yang sistematis. Dengan berjalannya waktu, sistem ini berkembang menjadi sistem pendidikan Islam yang matang, terbagi menjadi tingkat dasar, menengah, dan tinggi.
Dalam periode ini, muncul perkembangan dakwah yang ditandai dengan penulisan dan penerjemahan kitab-kitab. Oleh karena itu, periode ini oleh para ahli sejarah disebut dengan Fase Pengukuhan pendidikan Islam China. Banyak sarjana Muslim pada masa Dinasti Ming dan Qing, seperti Wang Daiyu (c. 1560-1660), Ma Zhu (1640-1711), Liu Zhi (c. 1655-1745), Jin Tianzhu (1736-1795), dan Ma Fuchu (1794-1847), dikenal sebagai sarjana-sarjana yang tidak hanya menguasai pengetahuan tinggi pada keempat agama (Islam, Conficianisme, Taoisme, dan Budaisme), tetapi juga menguasai dua bahasa, China dan Arab. Mereka menggunakan ajaran Confician untuk menguraikan kitab-kitab Islam, dan menulis serta menerjemahkan beberapa karya tulis. Mereka menggunakan konsep filosofi China kuno untuk menjelaskan prinsip-prinsip Islam. Jadi, sistem filosofi Islam China secara perlahan terbentuk.
Islam menyebar ke wilayah Xinjiang di abad 10 hingga 11. Cara masyarakat di suatu tempat menerima Islam, berbeda dengan cara masyarakat di tempat lainnya menerima Islam. Pertama masuk Islam dahulu. Kemudian mereka men-syiarkan Islam kepada masyarakat dan menjadikan agama nasional mereka.
Proses pembentukan Republik Rakyat China, diikuti dengan penerapan kebijakan kebebasan beragama yang diterapkan secara penuh. Kehidupan beragama Muslim China juga dijamin penuh. Terdapat sepuluh kelompok minoritas di China yang menganut Islam yaitu Hui, Uygur, Kazakh, Uzbek, Kyrgyz, Tajik, Tatar, Dongxiang, Sala, dan Bao’an, yang berjumlah 20 juta jiwa. Saat ini terdapat 35.000 buah masjid dan 45.000 imam di China. Muslim di China berhaluan Suni, mengikuti Mazhab Hanafi.
baca selengkapnya...